Sukabumi – Pelita Jagat News. Sudah dua bulan berlalu sejak mencuatnya dugaan penggelapan dana santunan kematian dari BPJS Ketenagakerjaan oleh aparat Desa Sinar Bentang, Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi. Namun hingga kini, belum ada penyelesaian yang jelas dari pihak BPJS Ketenagakerjaan Sukabumi kepada para ahli waris yang merasa dirugikan.
Kasus ini mencuat setelah sejumlah ahli waris peserta BPJS mengaku tidak menerima dana santunan kematian sebagaimana mestinya. Dana santunan yang seharusnya diberikan penuh kepada para ahli waris, justru diduga diterima terlebih dahulu oleh oknum Ketua Karang Taruna berinisial Rob dan oknum Kepala Desa berinisial SGN.
Berdasarkan keterangan resmi dari Basuki, selaku bagian Pengendalian Operasional BPJS Ketenagakerjaan Kota Sukabumi, dana santunan yang dibayarkan kepada setiap peserta mencapai Rp 42 juta dan ditransfer langsung ke rekening ahli waris setelah dokumen yang dipersyaratkan lengkap. Dokumen tersebut meliputi surat nikah, kartu BPJS, KTP, Kartu Keluarga (KK), dan buku tabungan atas nama ahli waris.
“Saya baru mengetahui adanya masalah kelainan asuransi kematian ini setelah diberitahu oleh awak media,” ungkap Basuki kepada Seputarjagat News saat ditemui di kantornya pada 11 Maret 2025.
Namun, fakta di lapangan berkata lain. Menurut laporan dari beberapa warga, dana yang diterima oleh ahli waris hanya berkisar Rp 15 juta hingga Rp 20 juta, jauh dari jumlah yang seharusnya diterima. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa sebagian dana telah disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu.
Salah satu warga berinisial AD, menyampaikan kekecewaannya terhadap lambannya respons dari aparat penegak hukum. “Aneh, ini kan kasus kejahatan dan melanggar hukum, apalagi berkaitan dengan uang negara. Tapi kok aparat penegak hukum diam-diam saja?” keluhnya melalui sambungan telepon kepada media.
Sementara itu, beberapa ahli waris seperti yang berinisial ST, NS, dan P, mengungkapkan bahwa mereka awalnya tidak mengetahui bahwa anggota keluarga mereka merupakan peserta BPJS Ketenagakerjaan. NS, mewakili ahli waris lain, menjelaskan bahwa sebelum keluarganya meninggal, mereka didatangi oleh Rob dan Kades SGN yang meminta dokumen seperti KTP dan KK, tanpa penjelasan yang jelas mengenai tujuan penggunaan dokumen tersebut.
“Waktu itu keluarga saya sedang sakit, mereka datang dan minta dokumen. Kami tidak tahu untuk apa. Setelah meninggal, baru tahu ternyata didaftarkan sebagai peserta BPJS dari kelompok tani ternak dan kelompok tani pala,” ujar NS kepada awak media pada 13 Maret 2025.
Menanggapi situasi ini, Ketua Umum Paguyuban Maung Sagara, Sambodo Ngesti Waspodo, turut angkat bicara. Ia menilai jika benar ada penyalahgunaan wewenang oleh aparat desa dan karang taruna, maka hal itu merupakan tindakan kejahatan yang harus ditindak secara hukum.
“Apabila hal tersebut dilakukan oleh oknum karang taruna dan oknum kepala desa, itu patut diduga merupakan bentuk kejahatan yang harus diproses oleh aparat penegak hukum,” tegas Sambodo.
Sebagai bagian dari elemen kontrol sosial masyarakat, Sambodo berharap agar Kapolda Jawa Barat yang baru, Irjen Pol. Rudi Setiawan, dapat segera memerintahkan bawahannya untuk mengusut kasus ini secara serius.
“Kami berharap Kapolda Jabar memerintahkan bawahannya untuk mengungkap permasalahan ini agar adanya kepastian hukum,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak desa maupun dari aparat penegak hukum Kabupaten Sukabumi. Para ahli waris pun masih menunggu kejelasan dan keadilan atas hak yang seharusnya mereka terima secara utuh.
(DS)