Sukabumi – Pelita Jagat News. Pengadaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) di ratusan desa di Kabupaten Sukabumi menuai sorotan. Informasi yang dihimpun oleh awak media Pantherajagat News mengungkap adanya dugaan pengadaan yang tidak melalui prosedur musyawarah desa seperti Musdus (Musyawarah Dusun) dan Musdes (Musyawarah Desa), melainkan atas arahan dari oknum Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Sukabumi.
Pada tahun 2024, sejumlah desa diarahkan untuk menganggarkan pembelian APAR ke dalam APBDes masing-masing. Nilai anggaran pun bervariasi, mulai dari Rp10 juta hingga Rp30 juta. Oknum APDESI disebut memberikan instruksi tersebut dengan dalih untuk “koordinasi kepada institusi lainnya.”
Seorang Kepala Desa berinisial SR, mewakili beberapa kepala desa lainnya, menyampaikan kepada media bahwa pengadaan tersebut tidak didasarkan pada hasil musyawarah seperti seharusnya. “Anggaran masuk tanpa melalui Musdus atau Musdes, hanya berdasarkan perintah dari APDESI,” ungkap SR.
Lebih lanjut, SR menjelaskan bahwa harga satu unit APAR yang harus dibeli desa dipatok sebesar Rp2 juta, dengan kewajiban pembelian minimal 5 tabung per desa. Bahkan ada desa yang membeli lebih dari 10 tabung, seperti di wilayah Kecamatan Cisaat.
“Padahal seharusnya satu tabung saja cukup. Kalau kebakaran terjadi, tetap harus memanggil mobil pemadam kebakaran. Tabung-tabung itu akhirnya mubazir,” tambahnya.
SR juga mengungkap adanya dugaan intimidasi dari oknum APDESI terhadap desa yang enggan mengikuti instruksi pembelian tersebut. “Jika desa tidak mengikuti, mereka menakut-nakuti dengan ancaman pemeriksaan oleh aparat penegak hukum (APH), dan mengatakan tidak akan membantu jika ada masalah,” jelasnya. SR menegaskan bahwa selama ini tidak pernah ada bantuan dari pihak APDESI ketika desa menghadapi masalah hukum.
Dugaan pembengkakan harga pun menjadi perhatian. Seorang Sekretaris Desa menyebutkan bahwa harga APAR serupa di toko daring, termasuk untuk ukuran besar seperti 12 kg dry chemical powder, hanya berkisar Rp650 ribu, jauh lebih murah dibanding harga yang diwajibkan kepada desa.

Sementara itu, seorang Kepala Desa berinisial L juga mengonfirmasi kepada media bahwa pengadaan APAR dilakukan melalui CV. AAC yang beralamat di Jalan Amubawasasana, Cikole, Kota Sukabumi. Pengadaan itu disebut atas arahan dua kepala desa berinisial A dari Kecamatan Sukaraja dan D dari Kecamatan Sukabumi, yang mendorong agar desa-desa membeli dari penyedia tersebut.
L mempertanyakan selisih harga yang sangat signifikan dari harga pasaran. “Pertanyaannya, siapa yang menikmati selisih anggaran yang besar dari harga satuan tabung tersebut?” ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berinisial Ujg. Ia mengaku terkejut saat mengetahui anggaran pembelian APAR yang cukup besar, padahal secara logika, penggunaan APAR tidak efektif jika terjadi kebakaran besar. “Tetap saja harus memanggil pemadam kebakaran. APAR hanya membantu dalam skala kecil,” kata Ujg.
Ujg juga mengungkap kekhawatirannya terhadap rencana lanjutan yang diajukan oleh APDESI, yakni pengadaan tabung oksigen untuk setiap RT di desa. Ia menilai hal itu tidak relevan dengan kondisi saat ini.
“Sekarang sudah tidak musim Covid-19, tabung oksigen di ambulans desa saja sudah cukup, bahkan ada yang sampai tiga tabung. Kalau diberikan ke setiap RT, apakah mereka bisa menggunakannya dengan benar?” ujarnya. Ia menegaskan bahwa pihak BPD menolak wacana tersebut karena dinilai tidak efisien dan tidak sesuai kebutuhan masyarakat saat ini.
“Sejumlah pihak kini meminta agar pengadaan-pengadaan semacam ini ditinjau ulang dan dikembalikan kepada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, serta musyawarah mufakat sebagaimana diatur dalam penggunaan Dana Desa oleh pemerintah pusat yang pro rakyat” Pungkasnya. (Rd)