DMI Geruduk Dinkes Kabupaten Sukabumi Terkait Dugaan Korupsi Alkes di RSUD Pelabuhan Ratu, Anggaran DAK 2024
Palabuhanratu – Pelita Jagat News. Rabu, 30 Oktober 2024.
Sekitar 300 anggota ormas Diaga Muda Indonesia melakukan unjuk rasa di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi, tepatnya di Pelabuhan Ratu Rabu, 30 Oktober 2024. Aksi ini dipimpin oleh Dewan Pendiri ormas Diaga, Edi Rizal (Era-Era), serta Ketua DPC Diaga Sukabumi Raya, Ahmin Supyani. Mereka diterima oleh Kepala Dinas Kesehatan Agus Sanusi, Sekretaris Dinas H Andy, dan PPK Yayat Suhayat.
Unjuk rasa ini membawa tiga tuntutan utama:
- Meminta penegakan hukum terhadap terduga pelaku yang terlibat dalam dugaan penyimpangan.
- Menuntut agar Bupati segera menonaktifkan oknum yang diduga terlibat untuk mengurangi gejolak isu yang berkepanjangan.
- Meminta klarifikasi dari Dinkes dan RSUD Pelabuhan Ratu mengenai dugaan alat kesehatan (alkes) abal-abal.
Sayangnya, diskusi dengan pihak Dinkes tidak menghasilkan jawaban memuaskan. Diaga Muda Indonesia mengusulkan agar dilakukan pengecekan bersama terhadap barang-barang yang telah dibeli, untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan dan kebutuhan pengguna. Namun, Kepala Dinas menolak ajakan tersebut, dengan alasan bahwa harus ada laporan terlebih dahulu ke pihak kepolisian, meskipun aksi tersebut telah dikawal oleh sekitar 100 personel kepolisian dan 50 anggota Satpol PP untuk menjaga keamanan.
Tolak ukur transparansi dalam pengadaan alkes semakin dipertanyakan, dan unjuk rasa ini menunjukkan kekhawatiran masyarakat akan integritas pengadaan alat kesehatan di daerah tersebut. Aksi ini berlanjut dengan harapan agar tuntutan mereka dipenuhi demi kepentingan publik.
Menanggapi unjuk rasa yang dilakukan oleh Diaga Muda Indonesia di Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi pada tanggal 30 Oktober 2024, seorang praktisi hukum yang meminta namanya tidak dipublikasikan menyampaikan pendapatnya kepada awak media. Ia menekankan bahwa tujuan utama Diaga Muda Indonesia adalah untuk mendapatkan kejelasan mengenai pengadaan alat kesehatan (Alkes) senilai Rp 34 miliar. Menurutnya, isu ini menjadi perbincangan hangat di masyarakat Kabupaten Sukabumi, terutama terkait penolakan dari sejumlah dokter terhadap barang yang telah dianggarkan oleh PPK, karena dianggap tidak sesuai dengan yang dipresentasikan.
“Seharusnya, jika pihak Dinas Kesehatan bersedia untuk menunjukkan Alkes yang telah diterima di RSUD Pelabuhan Ratu, permasalahan ini tidak akan berkembang menjadi rumit,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa transparansi dari pihak pemerintah sangat penting agar publik dapat memahami bahwa tidak ada penyimpangan dalam proses pengadaan tersebut. Dengan melibatkan pihak kepolisian dan media untuk menyaksikan kondisi nyata Alkes yang ada, diharapkan akan terwujud kejelasan yang dapat mengurangi kecurigaan masyarakat.
Namun, penolakan pihak Dinas Kesehatan untuk memperlihatkan barang yang telah dibeli justru menambah keraguan publik. “Masyarakat berhak bertanya mengapa Dinas Kesehatan enggan membuka informasi tersebut, dan mengapa mereka berusaha menghindari sidak yang direncanakan,” ujarnya.
Praktisi hukum tersebut juga mencatat bahwa mungkin pihak Dinas Kesehatan sedang mencari jalan untuk memastikan bahwa pengadaan Alkes yang mereka laksanakan adalah legal dan tidak melanggar aturan. Ia mengingatkan bahwa semua alat kesehatan yang terdaftar di LKPP dapat diakses, namun tantangannya adalah apakah barang yang diklik sesuai dengan kebutuhan para dokter. “Penting untuk dicatat bahwa Kepala Dinas Kesehatan, baik Sekretaris Dinas maupun PPK, bukanlah dokter yang memiliki keahlian dalam menentukan alat yang sesuai untuk digunakan oleh pengguna. Keputusan yang diambil haruslah berdasarkan masukan dari tenaga medis,” pungkasnya.
Dengan demikian, harapan untuk terwujudnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan alat kesehatan di Kabupaten Sukabumi sangat diperlukan untuk meredakan ketegangan dan kecurigaan di masyarakat. (Skm)