Sukabumi – Pelita Jagat News. Kepala Inspektorat Kabupaten Sukabumi, Komarudin, akhirnya angkat bicara terkait pemberitaan di media Seputarjagat News pada 7 April 2025 mengenai dugaan suap oleh oknum Inspektorat dalam pemeriksaan PKBM “BTR” di Kecamatan Cikakak.
Menanggapi isu tersebut, Komarudin menyampaikan klarifikasinya melalui pesan WhatsApp kepada wartawan. Ia menyebut belum menerima bukti kuat atas tudingan tersebut dan meminta pihak yang memiliki informasi untuk menyampaikan data yang valid.
“Kalau memang ada pengakuan dari LS (mantan pengelola PKBM BTR), bantu kami dapatkan bukti minimal berupa pernyataan tertulis bermaterai bahwa uang Rp500 juta digunakan untuk kepentingan pribadi. Nanti saya padukan dengan BAP yang sudah ditandatangani di hadapan pemeriksa, agar saya juga tahu siapa yang berbuat tidak benarnya” ujar Komarudin (10/4/2025).
Komarudin juga mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya hanya menerima tangkapan layar percakapan WhatsApp antara LS dengan beberapa pihak Ciwidey, panorama, dan lainnya, yang menurutnya tidak relevan dengan materi audit.
Lebih lanjut Komarudin mengatakan, terkait masalah Makelar Kasus (Markus) bahwa “Mereka sebagai makelar kasus (Markus) yang gagal untuk mempengaruhi hasil pemeriksaan, saya kira tidak ada kaitannya dengan tim kami jadi seolah-olah orang yang ingin memanfaatkan situasi padahal dari pihak kami tidak pernah terkait dengan hal-hal seperti itu. Jadi ibarat ‘orang hamilin tapi saya yang harus ngawin'” Tegasnya.
Di lain pihak ketika awak media mempertanyakan siapa sebenarnya tim Riksus yang memeriksa LS hingga berita ini diterbitkan Komarudin belum menjelaskan, dan yang berdasarkan sumber dari lembaga PKBM, mengatakan salah satunya pemeriksaannya berinisial B.
Selanjutnya apa yang dikatakan Komarudin kepada awak media terkait Pengakuan dari LS menggunakan anggaran tersebut yang dipakai pribadinya sebesar Rp500 juta agar media meminta LS membuat pernyataan diatas materai, agar dirubah BAP pemeriksaannya.
Hal tersebut membuat awak media seolah-olah menjadi penyidik, tentunya harus diketahui sesuai undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers, batasan tugas wartawan. (Pewarta)
Kasus ini mencuat setelah LS mantan pengelola PKBM “BTR” di Kecamatan Cikakak yang juga sebagai ASN (Kasi di Kec. Simpenan dan di promosikan oleh Mantan Bupati Sukabumi (MH) yang saat ini menjabat Sekmat di Kecamatan Cikakak), disebut merasa panik usai kasus serupa menjerat PKBM “Perintis”. LS diduga telah menggunakan dana PKBM senilai Rp500 juta dari tahun 2019 hingga 2023.
Seorang warga Ciwidey berinisial SPR, kepada wartawan, mengaku dihubungi saudara LS, AN, dan diminta membantu menyelesaikan masalah tersebut. Bersama rekannya GIL, mereka menginap di rumah LS dan mendengar langsung pengakuan penggunaan dana tersebut, serta adanya permintaan dana dari oknum Dinas Pendidikan berinisial H (Kasi Kesetaraan) dan D (Kabid PNF).
LS disebut menyerahkan Rp150 juta secara tunai dari total anggaran Rp200 juta agar tidak terus dipanggil oleh penyidik. Namun, karena proses hukum tak kunjung berhenti, LS menuntut uang tersebut dikembalikan dan menyebut sudah ada yang “mengurus”, yakni dua sosok yang sering berada di kantor APH berinisial SIN dan CAN.
Setelah itu SRP dan GIL meminta bantuan UGL untuk mengurus permintaan LS agar tidak lagi Dipanggil oleh pihak APH karena setelah penyerahan uang yang dilakukan LS tersebut, dia masih terus berlanjut dipanggil dia akhirnya meminta kembali uangnya sebesar Rp150 juta tersebut dan mengatakan kepada UGL “Sudah ada yang mengurus biasa nongkrong di kantor APH tersebut berinisial SIN dan CAN.”
Pengakuan lebih lanjut disampaikan oleh UGL, yang menyatakan bahwa benar dirinya diminta bantuan untuk mengurus permasalahan LS tersebut dengan budget anggaran Rp200 juta dan Rp150 juta tunai ada di SPR dan GIL, “Terus terang karena permasalahan ini adalah perbuatan pidana, saya takut tiba tiba orang yang dimaksud LS tersebut langsung menghubungi saya bahwa kata dia sudah menghubungi pihak penyidik, dan akan membuat yang tadinya menurut LS digunakannya uang negara tersebut sebesar Rp500 juta dapat dibuat TGR sebesar Kisaran Rp60 juta sampai dengan Rp.70 juta”
UGL juga mengungkap bahwa oleh karena hal tersebut SPR dan UGL menyerahkan dana tersebut di rumah makan PNRM di Jalan Karang Tengah Cibadak kepada LS dan di tempat itu juga dana sebesar Rp150 juta tersebut diterima SIN dan CAN.
Dalam pernyataannya, LS mengaku kasus PKBM “BTR” telah selesai dengan mekanisme Tuntutan Ganti Rugi (TGR). Lebih lanjut dia mengatakan “Kalau untuk angka Rp500 juta sebagai temuan APH saya kurang tahu, yang saya tahu ketika diperiksa Inspektorat saja untuk menghitung kerugian yang harus dikembalikan.” jelas LS. Tetapi tidak menjelaskan besaran yang dikembalikannya.
Di lain pihak seorang berinisial IN mengungkapkan kepada awak media. IN mengatakan “Dalam persoalan PKBM “BTR” anehnya orang yang terkait seperti peniliknya tidak diperiksa, dan mantan kasi kesetaraan, mantan Kabid PNF yang sudah pensiun juga tidak diperiksa, bahkan peniliknya dikatakan sedang umroh padahal ada lagi keluar kota ke Lampung, hal tersebut diungkapkan seorang Kabid kepada saya, karena dia merasa tidak enak diperiksa Inspektorat yang tidak ada hubungannya dengan permasalahan tersebut.” Jelas IN (11/4/2025).
Beredar isu yang didapatkan oleh awak media dari seseorang yang tidak mau disebutkan namanya (sesuai undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers)
Kata dia “Seorang penilik pernah menjelaskan kepada saya bahwa PKBM “BTR” agar lolos dari permasalahan tersebut menghabiskan dana hampir Rp500 juta. Hanya dia tidak menyebutkan kepada siapa uang tersebut mengalir” kata penilik tersebut kepada dia.
Menanggapi hal ini, praktisi hukum HRIM menilai bahwa dugaan penggunaan dana negara untuk menyelesaikan perkara hukum adalah perbuatan pidana yang harus diselidiki secara serius.
“Ada unsur suap atau gratifikasi saat uang diserahkan kepada pihak yang dijanjikan bisa mengurangi beban hukum LS. Uang negara Rp500 juta diduga dijadikan alat tawar untuk menghindari jerat hukum dan diubah menjadi TGR hanya Rp60-70 juta,” tegas HRIM.
Aktivis anti-korupsi Kabupaten Sukabumi berinisial RB turut menyuarakan keprihatinan dan meminta Kejaksaan Agung RI turun tangan.
“Selaku penggiat anti korupsi di Kabupaten Sukabumi yang sering menyambangi Kejaksaan Agung RI, terkait laporan-laporan dugaan tindak pidana korupsi, meminta permasalahan kasus PKBM di Kabupaten Sukabumi agar ditarik dan ditangani oleh pihak Kejaksaan Agung RI, dikarenakan banyak permasalahan lain yang timbul dalam penanganan kasus PKBM tersebut” ujar RB.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan resmi dari Inspektorat mengenai siapa saja yang tergabung dalam tim pemeriksa LS. Sumber internal menyebut salah satu pemeriksa berinisial B.
Sementara itu, beberapa pihak yang disebut seperti oknum Dinas Pendidikan dan penilik PKBM belum juga diperiksa. Sumber lainnya mengklaim dana hingga Rp500 juta dihabiskan hanya untuk “mengamankan” agar kasus ini tidak naik ke proses hukum lebih lanjut.
Redaksi mengingatkan:
Sesuai dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, tugas jurnalis adalah menyampaikan informasi, bukan menggantikan peran aparat penegak hukum atau menjadi penyidik. Permintaan agar media meminta pernyataan tertulis bermaterai dari narasumber seperti LS adalah bentuk pelimpahan tanggung jawab yang tidak sesuai dengan fungsi pers. (DS)