Headlines

Kejagung Ungkap Bukti Rekaman: Dalami Komunikasi Nadiem dan Jurist Tan dalam Kasus Chromebook Rp9,9 Triliun

20250623 210012 0 168ca257c8

Jakarta – Pelita Jagat News. Selasa, 24 Juni 2025. Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung terus mendalami keterlibatan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022, dengan total anggaran hampir Rp10 triliun.

Fokus utama penyidikan mengarah pada dugaan permufakatan jahat dalam penyusunan kajian teknis Chromebook, yang diduga dikondisikan agar menguntungkan produk dengan sistem operasi ChromeOS. Penyidik mengantongi bukti rekaman komunikasi antara Nadiem dan para staf khususnya, termasuk Jurist Tan dan Fiona Handayani, yang kini sedang dicocokkan dengan barang bukti elektronik lainnya.

Salah satu titik krusial dalam penyelidikan adalah rapat internal Kemendikbudristek pada 6 Mei 2020, yang juga dihadiri Nadiem, para stafsus, dan sejumlah pejabat kementerian. Rapat tersebut disebut-sebut menjadi titik awal arah kebijakan digitalisasi pendidikan melalui penggunaan Chromebook, meski kajian awal di April 2020 justru merekomendasikan laptop berbasis sistem operasi Windows.

Namun, hasil kajian teknis kemudian berubah pada Juni 2020 dan diarahkan ke spesifikasi Chromebook. Dalam proses ini, dugaan kuat muncul bahwa ada intervensi dari staf khusus, seperti Jurist Tan dan Fiona, untuk mempengaruhi hasil kajian teknis.

“Sebelum itu ada rapat tanggal 6 Mei 2020 dan oleh penyidik ini yang akan didalami. Nah tentu ada kaitannya juga dengan bagaimana peran dari para stafsus,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (23/6/2025).

Penyidik telah memanggil Fiona Handayani dan memeriksanya dalam dua kesempatan, pada Selasa (10/6/2025) dan Jumat (13/6/2025), khususnya terkait bukti chat dalam perangkat elektronik yang disita. Sementara itu, Jurist Tan hingga kini belum memenuhi tiga kali panggilan dari penyidik.

“Kita tahu bahwa salah seorang stafsus belum hadir,” kata Harli, tanpa menyebut nama secara eksplisit.

Harli juga menambahkan bahwa penyidik tengah menganalisis hasil pemeriksaan terhadap Nadiem, Fiona, dan berbagai pihak lain yang terkait, untuk menentukan siapa saja yang paling bertanggung jawab dan berpotensi ditetapkan sebagai tersangka.

Nadiem sendiri menjalani pemeriksaan maraton selama hampir 12 jam di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan. Ia tiba pukul 09.10 WIB dan baru keluar pada pukul 20.58 WIB. Kepada media, ia hanya memberikan pernyataan singkat dan memilih tidak menjawab pertanyaan terkait dugaan keterlibatannya maupun peran stafsusnya, seperti Jurist Tan, Fiona Handayani, dan Ibrahim Arief.

“Saya akan terus bersikap kooperatif untuk membantu menjernihkan persoalan ini demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap transformasi pendidikan yang telah kita bangun bersama,” ucap Nadiem sebelum meninggalkan lokasi pemeriksaan.

Namun saat ditanya soal isu Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 yang mewajibkan ChromeOS dan dugaan permintaan fee 30% kepada Google oleh Jurist Tan, Nadiem memilih bungkam dan langsung masuk ke mobil pribadinya bersama tim kuasa hukum.

Penyidikan yang dimulai sejak 20 Mei 2025 ini mengungkap bahwa kajian teknis awal (buku putih) yang disusun oleh Tim Teknis Kemendikbudristek sebenarnya merekomendasikan penggunaan laptop dengan OS Windows, yang dinilai lebih sesuai dengan kebutuhan infrastruktur dan proses pembelajaran di Indonesia.

Namun, menurut Harli, rekomendasi tersebut secara tiba-tiba diganti dengan spesifikasi Chromebook, melalui kajian baru yang diarahkan oleh tim internal yang disebut sudah dikondisikan.

“Ditemukan adanya tindakan permufakatan jahat dengan cara mengarahkan kepada tim teknis yang baru agar membuat kajian teknis pengadaan peralatan TIK yang mengunggulkan penggunaan Chromebook,” tegas Harli.

Ia juga mengungkap bahwa Pustekkom telah melakukan uji coba atas 1.000 unit Chromebook pada tahun 2018–2019, dengan hasil menunjukkan perangkat tersebut hanya optimal jika tersedia jaringan internet stabil. Padahal, distribusi jaringan internet di berbagai daerah Indonesia saat itu belum merata.

“Ini bukan atas dasar kebutuhan riil pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) ataupun kegiatan belajar mengajar,” jelas Harli.

Total anggaran pengadaan perangkat TIK untuk program digitalisasi pendidikan pada 2020–2022 mencapai Rp9,98 triliun. Rinciannya:

  • Rp3,58 triliun berasal dari anggaran Kemendikbudristek
  • Rp6,39 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK)

“Sehingga jumlah keseluruhan adalah sebesar Rp9.982.485.541.000,” kata Harli dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/5/2025).

Kasus ini menjadi perhatian publik luas, mengingat menyangkut dana besar, kebijakan strategis pendidikan nasional, dan diduga melibatkan nama-nama besar dalam kabinet. Kejaksaan Agung menyatakan akan terus menggali fakta-fakta hukum dan tidak menutup kemungkinan akan menetapkan tersangka dalam waktu dekat. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *