Kupang – Pelita Jagat News. 12 April 2025, Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) resmi menaikkan status kasus dugaan korupsi aset milik Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia ke tahap penyidikan. Kasus ini mencuat ke permukaan lantaran menyangkut penguasaan dan penjualan ilegal atas aset negara berupa lahan strategis di Kota Kupang, yang ditaksir bernilai hampir Rp 1 triliun.
Kepala Seksi Penyidikan Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTT, Mourest Aryanto Kolobani, S.H., M.H., mengonfirmasi perkembangan signifikan ini dalam penanganan perkara. Menurutnya, peningkatan status perkara dilakukan setelah melalui gelar perkara internal oleh tim penyidik.
“Para saksi yang telah diperiksa di tahap penyelidikan akan kembali dimintai keterangan. Semua pihak yang diduga terlibat akan kami telusuri perannya secara menyeluruh,” tegas Mourest saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (12/4/2025).
Aset yang menjadi objek kasus ini adalah sebidang tanah seluas 90 hektare yang terletak di Kelurahan Oesapa Selatan, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang. Kawasan ini dikenal sangat strategis dengan estimasi harga pasar tanah mencapai Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per meter persegi.
Hasil penelusuran awal menunjukkan negara telah dirugikan hingga Rp 977,85 miliar akibat penguasaan dan transaksi ilegal atas sebagian lahan tersebut.
Kasus ini bermula dari laporan mengenai penguasaan tanpa hak terhadap tanah negara yang merupakan hasil ruislag (tukar guling) antara Direktorat Daerah Pemasyarakatan NTT dengan Pemerintah Provinsi NTT pada tahun 1975. Berdasarkan Surat Keterangan Pelepasan Hak Nomor: 1/Sub.Dit.Agr/1975, Kemenkumham menerima tanah seluas 40 hektare di Oesapa Selatan sebagai pengganti tanah mereka di Oebobo.
Tanah tersebut kemudian terdaftar resmi dalam Sertifikat Hak Pakai Nomor 10 Tahun 1975 dengan Gambar Situasi Nomor: 118/1975.
Pada tahun 1994, proyek pembangunan jalan menyebabkan pemecahan sertifikat menjadi dua bagian, yakni:
- Sertifikat Hak Pakai Nomor 4 Tahun 1995 (Gambar Situasi No. 599/1994) seluas 99.785 m², dan
- Sertifikat Hak Pakai Nomor 4 Tahun 1995 (Gambar Situasi No. 601/1994) seluas 264.340 m².
Namun, pada tahun 2020, seorang warga bernama Yonas Konay diduga menguasai sebagian dari lahan tersebut—sekitar 10.000 m²—dan kemudian menjualnya kepada Nicolins Mariana Mailakay senilai Rp 2 miliar. Transaksi ini dilakukan berdasarkan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Nomor: 403/PEM.PH/CKL/IX/2020 tertanggal 30 November 2020.
Akibatnya, Kemenkumham kehilangan hak penguasaan atas lahan negara tersebut, tanpa adanya proses pembatalan sertifikat atau penghapusan dari daftar aset kekayaan negara.
Sebagai bagian dari proses penyidikan, tim dari Kejati NTT bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kupang telah melakukan pengukuran ulang terhadap tanah yang disengketakan. Proses pengukuran yang berlangsung selama lima jam itu dikawal ketat oleh aparat dari Denpom IX/1 Kupang dan berjalan lancar tanpa gangguan.
“Pengukuran ini menjadi dasar untuk langkah penyitaan aset yang telah dikuasai secara ilegal. Tindakan penyitaan akan kami lakukan dalam waktu dekat,” ungkap Mourest.
Mourest juga menyatakan bahwa tim penyidik telah mengantongi beberapa nama yang berpotensi menjadi tersangka dalam kasus ini. Sebelumnya, pihak Kejati NTT telah memeriksa sejumlah pejabat, termasuk Camat Kelapa Lima dan Lurah Oesapa, serta menelusuri dokumen-dokumen terkait kepemilikan lahan dan surat pelepasan hak.
“Kami terus mendalami siapa saja yang mengetahui, memfasilitasi, atau bahkan mengambil keuntungan dari transaksi ilegal ini. Semua akan kami telusuri sampai tuntas,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi perhatian serius publik dan media karena menyangkut aset negara dengan nilai ekonomi yang sangat besar. Kejati NTT pun berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini secara transparan dan profesional, serta menyeret semua pihak yang bertanggung jawab ke meja hijau. (Red)