Sukabumi – Pelita Jagat News. Di tengah hiruk-pikuk modernisasi transportasi Kota Sukabumi, terselip kisah perjuangan para kusir delman yang masih bertahan dengan moda transportasi tradisional yang semakin terpinggirkan. Satu di antaranya adalah Mamat (45), seorang kusir delman asal Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, yang telah menggeluti profesi ini selama lebih dari dua dekade.
Ditemui awak media Seputarjagat News di pangkalannya yang berada di depan Kantor Pelayanan Pajak Sukabumi pada Rabu (24/4/2025), Mamat mengungkapkan kehidupannya yang penuh tantangan namun sarat akan semangat untuk melestarikan warisan budaya transportasi khas Indonesia tersebut.
“Saya hanya ingin melestarikan keberadaan delman di Sukabumi. Sudah 25 tahun saya jalani ini. Tapi makin ke sini, makin berat. Kalau hari biasa, Senin sampai Jumat, paling-paling dapat Rp 40 ribu. Itu juga kalau cuaca bagus. Kalau hujan, bisa enggak bawa uang sama sekali,” ujar Mamat dengan nada lirih.
Namun, saat akhir pekan atau hari libur, penghasilannya sedikit lebih baik, bisa mencapai Rp 200 ribu per hari. Sayangnya, penghasilan itu tetap belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Mamat memiliki empat anak yang masih membutuhkan biaya hidup dan pendidikan. Untungnya, istrinya membantu ekonomi keluarga dengan bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah tetangga.
Delman pernah menjadi primadona transportasi di masa lampau, terutama di wilayah Jawa. Selain karena tidak membutuhkan bahan bakar, delman mampu menjangkau area-area sempit yang sulit dilalui kendaraan bermotor. Tak hanya sekadar alat transportasi, delman dulunya juga merupakan simbol status sosial dan bagian tak terpisahkan dari budaya lokal.
Kini, di tengah dominasi sepeda motor dan mobil, keberadaan delman beralih fungsi menjadi atraksi wisata. Namun, tidak semua daerah dapat mengoptimalkan potensi ini. Seperti di Sukabumi, profesi kusir delman kini menjadi langka, terpinggirkan, dan penghasilannya tidak menentu, bergantung pada momen-momen tertentu seperti hari libur atau acara khusus.
Mamat berharap Pemerintah Kota Sukabumi dapat memberikan perhatian serius terhadap nasib para kusir delman, termasuk dalam hal penataan lokasi parkir dan tempat mencari penumpang.
“Kami butuh tempat yang jelas, yang bisa buat kami tenang parkir dan nunggu penumpang. Biar kami juga bisa tertib, enggak ganggu jalan,” ujar Mamat penuh harap.
Berbagai kota di Indonesia sudah mulai melakukan langkah pelestarian delman sebagai bagian dari pariwisata budaya. Delman tidak hanya alat transportasi, tetapi juga saksi sejarah, pengantar tradisi, dan pengingat warisan lokal yang harus dijaga.
Pergeseran zaman memang tidak dapat dihindari, namun keberadaan delman dan para kusirnya di Kota Sukabumi perlu mendapatkan tempat yang layak dan perhatian yang adil. Pemerintah daerah diharapkan mampu menghadirkan solusi yang tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga kultural—demi mempertahankan jejak budaya yang mulai memudar.
“Jangan biarkan delman hanya jadi cerita dalam buku sejarah. Mari jadikan mereka bagian dari wajah budaya Sukabumi hari ini dan esok,” pungkas seorang pengamat budaya lokal. (HSN)