Polisi Tetapkan Empat Tersangka Baru dalam Kasus Korupsi Pengadaan Wastafel Dinas Pendidikan Aceh
Banda Aceh – Pelita Jagat News. Selasa, 3 Desember 2024. Penyidik Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Aceh telah menetapkan empat tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan wastafel untuk tingkat SMA sederajat di Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh pada masa pandemi COVID-19. Kasus ini telah merugikan negara dalam jumlah yang sangat signifikan, dengan total kerugian mencapai *Rp 7,2 miliar, yang diperoleh melalui proses audit oleh *Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh.
Keempat tersangka yang baru ditetapkan adalah *ML, **MS, **AH, dan **HL, yang semuanya diduga terlibat dalam penerimaan paket pekerjaan pengadaan alat cuci tangan tersebut. Penetapan ini merupakan kelanjutan dari penyidikan yang intensif oleh Polda Aceh, yang sebelumnya sudah menetapkan beberapa tersangka lainnya, termasuk **Mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Aceh, Rachmat Fitri, **ZF selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPTK), dan *ML selaku pejabat pengadaan.
*Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Aceh, Kombes Winardy, dalam konferensi pers pada Senin (2/12/2024), menyatakan bahwa *berkas perkara para tersangka baru telah diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk diproses lebih lanjut. Winardy juga menegaskan bahwa penyidikan akan terus berlanjut, dengan kemungkinan penetapan tersangka tambahan dalam waktu dekat.
“Benar, penyidik telah menyerahkan empat berkas tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan wastafel ke Kejati Aceh. Kami akan terus mendalami dan mengungkap keterlibatan pihak-pihak lainnya yang mungkin terlibat dalam kasus ini. Kami berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini hingga tuntas,” ujar Winardy dengan tegas.
Kerugian Negara yang Signifikan
Kasus korupsi ini bermula dari pengadaan 390 paket wastafel di Dinas Pendidikan Aceh yang bersumber dari *Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2020. Anggaran tersebut semula dialokasikan untuk membantu penanggulangan COVID-19, namun, hasil audit BPKP menemukan adanya *penyelewengan yang merugikan negara hingga mencapai Rp 7,2 miliar. Kerugian tersebut disebabkan oleh kekurangan volume dan mutu dari paket pengadaan yang telah dilaksanakan.
Dalam konteks ini, nilai kontrak keseluruhan pekerjaan mencapai Rp 43,7 miliar. Namun, pengadaan wastafel yang seharusnya dilakukan untuk mendukung protokol kesehatan di sekolah-sekolah justru tidak memenuhi standar yang ditetapkan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas barang yang diterima.
Tindak Lanjut Penyidikan
Polda Aceh mengungkapkan bahwa meskipun empat tersangka baru telah ditetapkan, penyidikan akan terus berkembang. Kombes Winardy menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk mengejar seluruh pihak yang terlibat dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara ini, baik dari kalangan pejabat daerah maupun pihak swasta yang terlibat dalam proses pengadaan.
“Ini bukan hanya masalah pengadaan barang, tapi juga soal bagaimana anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, terutama dalam penanggulangan COVID-19, malah disalahgunakan. Kami akan terus bekerja keras untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan,” tambahnya.
Proses Hukum yang Berjalan
Sebagaimana diketahui, *Rachmat Fitri, yang sebelumnya menjabat sebagai Kadisdik Aceh, telah menjalani persidangan di **Pengadilan Tipikor Banda Aceh. Ia telah dijatuhi **tuntutan pidana tujuh tahun penjara, sementara dua terdakwa lainnya, *ZF dan *ML, masing-masing dituntut *6,5 tahun penjara.
Kasus ini menambah daftar panjang kasus korupsi yang melibatkan pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan daerah, yang semakin menegaskan perlunya pengawasan yang ketat terhadap penggunaan anggaran negara, terutama di masa krisis seperti pandemi COVID-19.
Dengan penetapan tersangka baru ini, Kepolisian Aceh berharap agar proses hukum dapat berjalan dengan transparan dan objektif, untuk menuntut para pelaku korupsi yang telah merugikan negara dan masyarakat. Pemerintah diharapkan dapat lebih berhati-hati dalam pengelolaan dana publik agar tidak terjadi penyalahgunaan yang merugikan rakyat. (Red)