Sukabumi – Pelita Jagat News. 10 April 2025. Kasus dugaan penyimpangan dana Program Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kabupaten Sukabumi kembali memantik perhatian publik. Kali ini, sorotan tajam diarahkan pada praktik makelar kasus (markus) yang diduga bermain di balik lenyapnya sejumlah proses hukum, serta keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dalam dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara hingga ratusan juta rupiah.
Kasus bermula dari laporan organisasi wartawan di Kabupaten Sukabumi terkait dugaan penyelewengan di lembaga PKBM LPMD di Kecamatan Cantayan. Namun, proses hukum atas laporan tersebut mendadak hilang tanpa kejelasan. Sementara itu, kasus yang justru berlanjut hingga ke meja hijau adalah lembaga PKBM Perintis.
Situasi ini memunculkan dugaan kuat adanya campur tangan makelar kasus yang ‘membersihkan’ proses hukum secara sepihak. Publik pun bertanya-tanya: ada apa di balik penghentian penyidikan PKBM LPMD dan siapa yang bermain?
Salah satu kasus mencolok datang dari PKBM BTR di Kecamatan Cikakak, yang dikelola oleh LS, seorang ASN yang kala itu menjabat sebagai Kasi di Kecamatan Simpenan. Ironisnya, meski LS diduga menyelewengkan dana PKBM hingga Rp500 juta antara tahun 2019 hingga 2023 sesuai dengan pengakuannya kepada yang dimintai bantuan (SRP dan UGL), ia justru dipromosikan menjadi Sekretaris Kecamatan (Sekmat) Cikakak.
Menurut kesaksian dua narasumber, SRP dari Ciwidey dan UGL dari Sukabumi, LS sempat mengundang mereka ke rumahnya di Palabuhanratu dan meminta bantuan untuk mengurus permasalahan hukum yang tengah dihadapinya. LS disebut telah menyetor dana sebesar Rp150 juta sebagai “biaya pengurusan”, dengan anggaran tambahan hingga Rp200 juta, untuk menyelesaikan kasus tersebut melalui jalur belakang.
Yang lebih menghebohkan, menurut pengakuan LS kepada SRP dan UGL, dana BOSP (Bantuan Operasional Satuan Pendidikan) dari PKBM BTR juga turut dinikmati oleh oknum di Dinas Pendidikan, seperti Kasi Kesetaraan dan Kabid PNF, melalui skema peserta didik fiktif.
Dalam perkembangannya, LS dikabarkan menarik kembali uang Rp150 juta karena telah mendapatkan pihak lain—berinisial SIN dan CAN—yang disebut mampu menyulap kerugian negara menjadi sekadar TGR (Tuntutan Ganti Rugi), dengan nilai diturunkan dari Rp500 juta menjadi hanya Rp60–70 juta.
Uang pun dikembalikan oleh SRP dan UGL, dan diserahkan langsung kepada SIN dan CAN di sebuah rumah makan di Cibadak. Mereka, menurut UGL, kerap terlihat di kantor aparat penegak hukum (APH).
Ketika dikonfirmasi oleh awak media, LS membenarkan bahwa kasusnya telah diselesaikan dengan mekanisme TGR. Namun, ia mengelak mengetahui secara pasti nilai kerugian negara yang dihitung. “Maaf, kalau angka Rp500 juta itu sebagai temuan kejaksaan saya kurang tahu, yang saya tahu diperiksa oleh Inspektorat saja,” tulis LS melalui pesan WhatsApp.
Seorang narasumber lain berinisial H mengungkapkan bahwa praktik korupsi dana BOSP di Sukabumi terjadi secara sistematis. Pada tahun 2019–2020, dana dikucurkan berdasarkan SK Kepala Dinas sesuai kuota peserta didik, namun diduga kuat terjadi praktik lobi-lobi dan transaksional agar kuota tinggi diberikan ke lembaga tertentu.
Setelah 2021, dana langsung ditransfer ke rekening lembaga PKBM masing-masing. Namun, skema baru muncul: oknum dinas menitipkan nama peserta didik fiktif ke lembaga yang bersedia bekerja sama, dan dana yang cair dari nama-nama titipan itu pun ‘dipotong’ oleh oknum.
H juga menyoroti PKBM ARK di Kecamatan Kabandungan yang sebelumnya tidak lagi aktif, diduga menerima anggaran sebesar Rp500 juta antara 2022–2024 dan PKBM ini adalah penerima BOSP 10 besar dari semua PKBM se Kabupaten Sukabumi tahun 2024 peserta didiknya diduga fiktif. Lembaga ini lolos dari pemeriksaan dan diduga ‘dibekingi’ oleh seorang tokoh ormas, karena ayah pengelola PKBM merupakan pimpinan ponpes dan pengurus MUI setempat.
Praktik makelar kasus disebut sebagai biang kerok tumpulnya penegakan hukum di sejumlah kasus korupsi daerah. Padahal, makelar kasus adalah pelanggaran serius yang bisa dikenakan pidana, sebagaimana contoh kasus Zarof Ricar yang dijerat dalam dugaan suap perkara pidana Gregorius Ronald Tannur.
Penggiat anti-korupsi Sukabumi, RAH, turut menyesalkan promosi LS meski diduga telah menggerogoti uang negara. Ia mempertanyakan keputusan BKPSDM yang melantik LS di akhir masa jabatan Bupati Sukabumi (MH).
RAH juga mendesak Kejaksaan Agung turun tangan menangani kasus-kasus PKBM di Sukabumi. “Kasus ini harus diambil alih Kejagung, sesuai dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam pemberantasan korupsi dan pengembalian uang negara,” tegasnya.
Hingga berita ini di terbitkan, Inspektorat belum memberikan tanggapan kepada awak media terkait masalah pemeriksaan terhadap PKBM tersebut. (HSN/DS)