Headlines

Warga RI Ramai-Ramai Beralih ke Rokok Murah, Bea Cukai Ungkap Dampaknya ke Penerimaan Negara

dirjen bea cukai djaka budi utama saat konferensi pers apbn kita bulan juni 2025 di jakarta selasa 1762025 cnbc indonesiamuham 1750154537658 169

Jakarta – Pelita Jagat News. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Djaka Budhi, membeberkan kondisi penerimaan negara dari sektor cukai yang mencapai Rp109,2 triliun sepanjang semester pertama 2025. Meski menunjukkan pertumbuhan 7,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Djaka menyoroti fenomena yang tengah marak di kalangan masyarakat: pergeseran konsumsi rokok ke varian dengan harga lebih murah atau dikenal dengan istilah downtrading.

Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI yang digelar Senin malam (14/7/2025), Djaka menjelaskan bahwa fenomena downtrading ini menjadi faktor penting yang memengaruhi dinamika penerimaan cukai, khususnya dari hasil tembakau.

“Khususnya pergeseran konsumsi dari sigaret kretek mesin ke sigaret kretek tangan atau jenis rokok dengan harga lebih terjangkau turut menjadi faktor yang mempengaruhi dinamika tersebut,” ujar Djaka.

Bea Cukai mengakui bahwa sepanjang tahun 2025, pihaknya tidak menetapkan kebijakan kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT). Langkah ini diambil dengan mempertimbangkan tren downtrading yang signifikan di masyarakat. Artinya, banyak konsumen rokok yang kini meninggalkan produk-produk premium dan beralih ke rokok golongan rendah atau dengan tarif cukai yang lebih ringan.

Meskipun ada pergeseran pola konsumsi, Djaka tetap menyatakan optimisme bahwa kinerja penerimaan cukai masih tergolong kuat dan stabil, terutama karena strategi yang adaptif terhadap dinamika ekonomi global dan nasional.

“Dengan tetap menjaga keseimbangan antara fasilitasi dan pengawasan serta adaptif terhadap dinamika perekonomian global dan nasional,” tambahnya.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, tren penerimaan dan produksi hasil tembakau dalam tiga tahun terakhir mengalami fluktuasi yang cukup mencolok.

  • Pada 2022, penerimaan dari cukai tembakau mencapai Rp218,3 triliun dengan produksi sebesar 323,9 miliar batang. Tarif cukai tahun itu naik sebesar 12%.
  • Pada 2023, terjadi penurunan produksi menjadi 318,1 miliar batang. Dampaknya, penerimaan juga menurun menjadi Rp213,5 triliun, meski tarif cukai naik sebesar 10%.
  • Sementara di 2024, produksi kembali menurun tipis menjadi 317,4 miliar batang. Namun, penerimaan cukai justru naik menjadi Rp216,9 triliun, dengan tarif yang tetap naik 10%.

Fenomena downtrading ini mencerminkan tekanan daya beli masyarakat yang menyebabkan perubahan pola konsumsi, sekaligus menjadi tantangan bagi pemerintah dalam menjaga target penerimaan negara dari sektor cukai. Selain berdampak pada fiskal, kondisi ini juga berimplikasi pada struktur industri hasil tembakau nasional, termasuk para pelaku usaha kecil dan menengah di sektor rokok tangan.

Di sisi lain, keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai di tahun 2025 menunjukkan upaya menjaga keseimbangan antara keberlangsungan industri dan perlindungan kesehatan masyarakat, serta penerimaan negara yang tetap optimal.

Publik dan pelaku industri kini menanti bagaimana pemerintah akan mengelola tren konsumsi ini ke depannya—terutama dalam merancang kebijakan cukai yang adil, sehat secara fiskal, dan responsif terhadap realitas ekonomi masyarakat. (MP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *