Sukabumi – JAGAT BATARA. Minggu, 20 Oktober 2024. Kasus dugaan korupsi kembali menghantui Kabupaten Sukabumi, kali ini melibatkan Bupati Sukabumi, MH, yang diduga terlibat dalam pengadaan alat kesehatan (alkes) untuk RSUD dan Puskesmas di wilayah tersebut. Isu ini sudah beredar sejak tahun 2017 dan semakin mencuat seiring dengan adanya informasi dari sejumlah sumber terpercaya.
Menurut informasi yang dihimpun, seorang anggota DPRD berinisial F diduga berperan sebagai penghubung untuk memfasilitasi pengadaan alkes tersebut. Seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) berinisial A menyatakan bahwa setiap kali Puskesmas menolak tawaran alkes, F akan langsung menghubungi Bupati. Setelah berbicara dengan Bupati, alat-alat kesehatan tersebut tetap harus diterima, meskipun kualitasnya jauh di bawah standar dan harga yang ditawarkan terbilang mahal.
“Saat ini, banyak kepala Puskesmas yang terpaksa menerima alkes tersebut karena tekanan. Namun, setelah Bupati lengser, mereka mungkin akan berbicara lebih jujur,” ungkap A.

Dugaan keterlibatan Bupati MH semakin menguat setelah Era, Pembina Diaga Muda Indonesia, mengungkapkan bahwa ada keterlibatan Bupati dalam pengadaan alat antropometri senilai Rp 29 miliar di Dinas Kesehatan tahun 2023. Perundingan yang melibatkan Bupati dan beberapa pejabat di acara PDAM Tirta Jasa Mandiri di Jogjakarta turut mengangkat nama F sebagai penyedia barang.
Bupati MH, bersama Plt. Kadiskes H. Ar, diduga melakukan intervensi untuk meloloskan penyedia yang diwakili F. Namun, H. Ar dikabarkan mundur setelah menyadari situasi tersebut dan mengungkapkan masalah ini kepada Era.

Tidak hanya pengadaan alat kesehatan untuk Puskesmas, pengadaan di RSUD Palabuhan Ratu yang beranggaran Rp 34 miliar juga menuai kontroversi. Dokter spesialis jantung berinisial SH dan rekan-rekannya menolak alat yang tidak sesuai dengan kesepakatan, yang juga melibatkan nama Bupati dan F.
Sumber anonim yang meminta perlindungan menyatakan bahwa Sekdis Kesehatan H.A diduga mengatur komitmen fee berkisar 30% hingga 35% dari nilai pengadaan, dengan dugaan adanya pembayaran dari penyedia alat kesehatan yang mencapai milyaran rupiah.
Sumber lainnya mengatakan,
“F mengklaim sebagai perantara dan menyebut bahwa semua tindakan tersebut atas perintah Bupati, dengan dalih jika ada masalah, biarlah penyedia yang diperiksa,” ungkap sumber tersebut.
Kasus ini memunculkan banyak pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa di pemerintahan Kabupaten Sukabumi, serta menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat terhadap dugaan korupsi yang merugikan masyarakat. (Skm)