Kendari – Pelita Jagat News, 2 Juli 2025. Perkara dugaan korupsi di lingkup Pemerintah Kota Kendari kembali menyita perhatian publik. Kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kendari, Asnadi Hidayat Tawulo, mengungkap fakta mengejutkan bahwa anggaran makan dan minum Sekretariat Daerah (Setda) senilai Rp 28 juta per bulan sempat masuk ke rekening pribadi Wali Kota Kendari, Siska Karina Imran, ketika masih menjabat sebagai Wakil Wali Kota.
Menurut jaksa, dana tersebut digunakan oleh Siska untuk kepentingan pribadi. Namun, hal tersebut dibenarkan oleh pihak kejaksaan karena penggunaan dana telah diatur dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
“Itu dibenarkan, ada dalam DPA. Makanya kami nda lari ke situ, karena itu sudah sesuai,” ujar Asnadi saat memberikan keterangan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Kendari.

Sebaliknya, jaksa menuding bahwa terdakwa Nahwa Umar, mantan Sekda Kota Kendari, adalah pihak yang harus bertanggung jawab dalam kasus korupsi anggaran makan dan minum Setda sebesar Rp 444 juta.
“Tidak ada anggaran makan minum untuk Sekda di DPA, yang ada hanya untuk wali kota dan wakil wali kota,” kata Asnadi.
Pernyataan jaksa tersebut langsung menuai reaksi dari kuasa hukum Nahwa Umar, Muswanto Utama, yang menuding JPU menutupi fakta persidangan yang terungkap, khususnya kesaksian dari mantan staf pribadi Siska Karina Imran, Asnita Malaka.
Dalam sidang pada 26 Juni 2025, Asnita menyatakan bahwa dirinya pernah diperintah langsung oleh Siska untuk “mencubit-cubit” anggaran dari nomenklatur lain di Setda Pemkot Kendari.
“Perintah tersebut dilaksanakan Asnita Malaka dengan memalsukan kwitansi sebagai nota-nota pembayaran anggaran makan minum Siska Karina Imran,” jelas Muswanto.
Salah satu yang diungkap dalam persidangan adalah pembuatan SPJ fiktif untuk anggaran komunikasi, termasuk nota fiktif pembelian pulsa dari konter Cahaya Cell, yang disebut dimiliki oleh mantan pegawai travel milik keluarga wali kota.
“Kegiatan itu berhasil menggasak uang negara sebesar Rp 70 juta. Tapi saat ini harus dibebankan kepada tiga terdakwa yang seharusnya ini menjadi tanggung jawab Siska Karina Imran dan Asnita Malaka,” tegas Muswanto.
Asnita Malaka juga mengaku bahwa uang Rp 28 juta per bulan secara rutin masuk ke rekening pribadi Siska Karina Imran. Padahal, menurut Muswanto, dalam ketentuan DPA, anggaran tidak boleh langsung masuk ke rekening pribadi, melainkan harus melalui pertanggungjawaban pihak ketiga atau nota pembelanjaan.
“Padahal, aturan di dalam DPA, anggaran itu tidak boleh langsung ke rekening pribadi. Tapi melalui pertanggungjawaban pihak ketiga atau dirunut dari nota pembelanjaan,” tegas Muswanto.
Ia pun menduga bahwa Nahwa Umar dijadikan kambing hitam, sementara aktor utama belum disentuh hukum.
“Kami kuasa hukum Nahwa Umar meminta hakim menghadirkan Siska Karina Imran untuk dikonfrontir dengan Asnita. Kami ingin mengetahui ke mana aliran uang ini,” tegasnya.
Di sisi lain, Wali Kota Kendari, Siska Karina Imran, membenarkan bahwa anggaran makan minum tersebut masuk ke rekening pribadinya, namun ia menilai itu adalah haknya.
“Itu Rp 28 juta per bulan hak makan sebagai wakil wali kota dan resmi dalam DPA yang diterima selama menjabat,” ujar Siska.
Ia menjelaskan bahwa sebagai pejabat negara, baik wali kota maupun wakil wali kota memiliki hak yang dijamin negara, termasuk anggaran makan di rumah jabatan, operasional, kesehatan, dan bahan bakar minyak.
Namun, Siska membantah keterangan dari mantan staf pribadinya, Asnita Malaka, yang menyebut dirinya memerintahkan pengambilan dana secara tidak sah.
“Saya tidak pernah memerintahkan siapa pun untuk mengambil apa pun itu,” tegas Siska.
Di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Arya Putra Negara Kutawaringin, Asnita bersikeras bahwa perintah langsung untuk mencarikan anggaran datang dari Siska Karina Imran.
“Bu, sudah tidak adami uang makan minum,” kata saya.
“Katanya (Siska), carikan mi saja yang bisa diambil,” ungkap Asnita.
“Perintahnya siapa untuk mencubit-cubit?” tanya Muswanto.
“Dari ibu langsung. Siska Karina,” jawab Asnita tegas.
Persidangan ini mengungkap tarik menarik tanggung jawab anggaran di jajaran Pemkot Kendari. Sementara mantan sekda Nahwa Umar menghadapi ancaman hukuman, sejumlah pihak mempertanyakan mengapa pihak-pihak yang juga disebut aktif terlibat, belum tersentuh secara hukum.
Dengan semakin banyaknya fakta yang terungkap di persidangan, publik kini menunggu apakah pengadilan akan menghadirkan Siska Karina Imran untuk memberi penjelasan di bawah sumpah, atau apakah perkara ini akan berhenti hanya pada para pejabat birokrasi bawah. (Red)